Blogger templates

Pages

Rabu, 22 Desember 2010

Kabar dari tanah Papua : Ada Tukang Ojek Nyambi Jadi Wartawan Bodrex


JAYAPURA – Bagi warga kota Jayapura, Papua profesi sebagai wartawan atau jurnalis adalah profesi yang berpenghasilan tertinggi jika dibandingkan dengan PNS atau pekerja swasta lainnya.

Dengan modal sebuah pena dan buku, bagi sebagian warga kota Jayapura, merupakan modal utama untuk mendapatkan uang jutaan rupiah dalam kurun waktu seminggu bahkan sehari.

Tak heran, dengan bayangan bermodal pena dan buku atau kertas lantas mendapatkan rupiah inilah, menjadikan Econ (nama samaran) dan Itha mengubah profesi mereka dari tukang ojek dan ibu rumah tangga sebagai wartawan atau jurnalis yang sehari-harinya memburu berita.
Namun sayang, dengan pendidikan yang rendah serta kurangnya pengetahuan akan jurnalis menjadikan orang-orang yang hanya teropsesi dengan uang ini salah arah.

Bermodal keberanian dan pandai berbicara serta wajah menarik, media 2,4,6 mampu dibuat wartawan bodrex yang lebih akrab disapa wartawan di Papua dengan sebutan ‘Abal-abal’.

Padahal pendidikan mereka, tidak seperti standar jurnalis, yang minimal mengecam dunia pendidikan D3 atau strata satu. Rata-rata wartawan bodrex ini hanya mengecam dunia pendidikan tingkat SMP, bahkan ada yang tidak lulus tingkat SMP.

Itha misalnya, wanita asal Sulawesi ini sebelum menjadi wartawan bodrex pada media yang didirikan salah satu pengurus PWI cabang Jayapura, dulunya dia berprofesi sebagai ibu rumah tangga dengan satu anak.

Tetapi, akibat kecelakaan yang dilakukan suaminya, hingga mengharuskan sang suami mendekap di penjara, Itha yang tinggal bersama kerabat suaminya itu memutuskan menjadi wartawan meski media yang dinaunginya merupakan media yang tidak jelas dalam arti penampung wartawan bodrex.

Menjadi wartawan, menurut dia, merupakan jalan yang mudah mengumpulkan rupiah demi mencukupi kebutuhan sehari-hari. “Di media kami, kita tidak mendapat gaji, kita dianggap mendapat gaji dari hasil berburu berita pada nara sumber,” ujar dia saat berbincang-bincang dengan okezone belum lama ini.

Wajar saja, dia berpendapat seperti itu, mengingat kondisi di Papua, narasumber yang selalu welcome dengan wartawan, apalagi wartawan tersebut orangnya menarik dan bisa diajak jalan.

Berbeda dengan Itha, Econ, yang sehari-harinya berprofesi sebagai tukang ojek di kawasan Abepura, Jayapura ini meresa tertarik menjadi wartawan karena, profesi sebagai wartawan memudahkan dirinya untuk mendekati para pejabat tinggi daerah setempat.
Menurut dia, wartawan itu bebas rooming yang kapan saja dan dimana saja jika butuh bisa menemui setiap pejabat yang diinginkan.

Sehari-harinya, jika tidak hunting, Econ akan kembali pada profesinya sebagai tukang ojek, tetapi jika ada moment yang dihadiri satu atau dua pejabat tinggi Papua yang dikenalnya maka dia takan melakukan pekerjaan sebagai tukang ojek.

“Sumber mata air (istilah uang) sudah dekat, jadi tidak usah ngojek, toh disini pendapatannya lebih besar,” kata Econ.

Jika dilihat latar belakang sebagai tukang ojek dan pendidikan SMP, Econ sama sekali tidak pantas dikatakan wartawan. Dia dinaungi media yang tidak jelas dan gaya cara berbicara dihadapan narasumber pun tidak mencerminkan seorang jurnalis pada umumnya.

Tapi, hanya dengan modal ID card, dia bisa menggandakan profesintya sebagai tukang ojek dan wartawan meski hanya wartawan bodrex.

Lain Itha dan Econ, lain pula dengan wartawan bodrex inisial S, dengan latar belakang pendidikan S1 akuntansi, wanita asal pulau Jawa ini menjadi wartawan hanya untuk menawarkan para wanita-wanita muda kepada para pejabat yang terkenal hidung belang.

Biasanya moment wawancara di dalam ruang kerja pejabat digunakan sebagai tempat transaksi, cara kerjanya unik, setiap narasumber yang akan ditemui, alasannya selalu untuk wawancara penugasan yang diberikan kantor.

Dengan alasan tersebut, dirinya yang telah membuat janji ketemu dengan si narasumber akan bebas masuk ruangan narasumber tanpa dihalang-halangi sekretaris pejabat tersebut.

Dua hari setelah pertemun wawancara dia akan kembali dengan secarik kertas berupa notes atau kwitansi penagihan. “Ini biaya pemasangan iklan, kemarin sewaktu wawancara, ada iklan yang diberikan kepada saya,” dalih dia.

Profesi S ini juga pernah menjadi kontroversi di kalangan jurnalis Papua, pasalnya kebiasaan S juga sering dimanfaatkan rekan-rekan seprofesi yang hanya ingin menikmati kemolekan tubuhnya, yang mana mendapat protes keras para wartawati Papua.
 

0 komentar:

Posting Komentar

 

Blogger news

Blogroll

/audio_player_standard_black.swf" width="300" wmode="transparent">

About